Rabu, 11 November 2009

PERILAKU COVERT DAN OVERT SEBAGAI ASPEK PENILAIAN ANSAMBEL MUSIK SEKOLAH

Oleh: Sujoko

A.PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Menurut Prahara (2009:2), tolok ukur hasil pembelajaran dapat diketahui dengan adanya penilaian. Dalam dunia pendidikan di sekolah, penilaian mempunyai makna ditinjau dari berbagai segi:

a.Makna bagi siswa
Dengan diadakannya penilaian, siswa dapat mengetahui apakah dia telah berhasil mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa dari pekerjaan menilai ini ada dua kemungkinan, yaitu memuaskan atau tidak memuaskan.

b.Makna bagi guru
Dengan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan petunjuk ini, guru dapat lebih memusatkan perhatiannya pada siswa yang belum berhasil.

c.Makna bagi sekolah
Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar siswa-siswanya, maka dapat diketahui pula apakah kondisi belajar yang diciptakan sekolah sudah sesuai harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas suatu sekolah.

Sebagai subyek penilaian, guru mempunyai peranan yang sangat penting bagi keberhasilan proses penilaian terhadap siswa di kelas. Kompetensi guru dalam menyusun instrumen penilaian yang baik dan bijak sesuai dengan kriteria penilaian proses pembelajaran sangat diperlukan. Dalam melakukan penilaian, guru harus memahami perilaku siswa baik perilaku yang tidak kelihatan (covert behavior), maupun perilaku yang kelihatan (overt behavior). Covert behavior masih terbatas pada respon yang berupa perhatian, persepsi, dan pengetahuan siswa terhadap stimulus yang diberikan. Sedangkan overt behavior merupakan respon yang sudah dapat diamati yaitu berupa tindakan atau praktek. Kedua perilaku tersebut merupakan aspek yang saling berkaitan dalam proses penilaian hasil belajar. Untuk lebih jelasnya, penulis akan memberikan contoh kedua perilaku di atas dalam konteks bermain ansambel musik sekolah sesuai dengan tema dalam pembahasan makalah ini. Ketika siswa dapat menjelaskan salah satu manfaat dalam bermain ansambel musik adalah untuk melatih kerja sama (cooperatif learning), hal tersebut merupakan perilaku yang tidak kelihatan (covert behavior) karena masih terbatas sebagai pengetahuan. Akan tetapi, ketika siswa tersebut sudah dapat diamati tindakan kerjasamanya dalam bermain ansambel musik, hal tersebut merupakan perilaku yang kelihatan (overt behavior).

Permasalahan di lapangan akan muncul ketika guru sebagai subyek penilaian masih kurang memahami perilaku apa saja yang termasuk covert dan overt behavior dalam konteks bermain ansambel musik sekolah. Keterbatasan pemahaman tersebut akan mengakibatkan proses penilaian menjadi kurang mendalam, karena instrumen penilaiannya tidak mencerminkan kompetensi-kompetensi siswa secara menyeluruh dalam bermain ansambel musik. Sebagai contoh, guru tidak memasukkan kompetensi siswa sebagai conductor dalam bermain ansambel musik sekolah, sehingga instrumen penilaiannya dapat dikatakan masih kurang sempurna.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan perilaku apa saja yang termasuk covert dan overt behavior sebagai aspek penilaian dalam bermain ansambel musik sekolah. Dengan harapan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi guru musik, yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun instrumen penilaian ansambel musik sekolah.

2.Konsep Perilaku

Menurut pendapat Notoatmodjo (2003) melalui artikel yang ditulis dalam situs internet Yahoo Answers (2009), yang dimaksud dengan perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai cakupan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Lebih lanjut dijelaskan dalam artikel tersebut, bahwa menurut Skinner, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a.Perilaku tertutup/tidak kelihatan (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b.Perilaku terbuka/kelihatan (overt behavior)
Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

B.PERILAKU COVERT DAN OVERT DALAM ANSAMBEL MUSIK SEKOLAH

Secara umum, tujuan pembelajaran ansambel musik sekolah adalah untuk memberikan apresiasi dan kreasi bagi siswa SMP terhadap jenis musik yang dimainkan. Adapun tujuan khususnya adalah: 1) Siswa dapat mengenal lagu-lagu yang dimainkan, 2) Siswa dapat memainkan alat musik gitar, keyboard, pianika, rekorder, glockenspile dan alat-alat perkusi sesuai aransemen musiknya, 3) Siswa dapat mengadakan pergelaran ansambel musik sekolah.
Dalam bagian ini akan dideskripsikan mengenai perilaku apa saja yang termasuk covert dan overt behavior sebagai aspek penilaian dalam bermain ansambel musik sekolah. Untuk lebih jelasnya, perilaku-perilaku tersebut dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1: Perilaku Covert dan Overt dalam ansambel musik sekolah

COVERT BEHAVIORS

OVERT BEHAVIORS

Membangun audiation untuk mengembangkan kemampuan dan pemahaman serta sensitivitas siswa terhadap melodi, interval, ritme dan birama, tonalitas dan ‘rasa’ harmoni yang merupakan dasar pengetahuan mereka untuk dapat berimprovisasi dan berkreasi secara kreatif.

Menyanyi, memainkan irama/rithm, dan tonal.

Memiliki sikap apresiatif dalam upaya melestarikan dan mengembangkan musik Melayu.

Mendengarkan /memainkan lagu-lagu Melayu.

Memiliki sikap mandiri, tanggung jawab, dewasa, dan punya rasa setia kawan yang tinggi.

Berlatih bersama (rekorder, pianika) dengan tutor sebaya.

Memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam perilaku sehari-hari baik di sekolah maupun di rumah.

Kebiasaan meletakkan dan mengembalikan alat-alat musik setelah berlatih.

Memiliki sikap kepemimpinan dan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.

Berlatih menjadi conductor.

- Kemampuan bekerja sama (cooperatif learning).

- Bertanggung jawab pada setiap tugas yang dipercayakan kepadanya dan mengerjakan dengan tekun, cermat, bersemangat dan berkualitas.

- Mempunyai kepekaan, kepedulian terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

- Berempati pada kesusahan, kesedihan, dan penderitaan orang lain.

- Kemampuan mencerna, memecahkan, dan menyelesaikan persoalan akan meningkat, sehingga hal itu dapat mereka lakukan dengan cepat dan tepat.

- Rasa percaya diri anak atau remaja akan tumbuh sehingga mereka mampu mengaktualisasikan diri dalam situasi dan kondisi yang ada di sekitarnya.

- Sabar dan bersikap sportif dalam mengakui kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan.

Bermain ansambel musik sekolah (pertunjukan).



Perilaku yang kelihatan (overt behavior) dalam konteks bermain ansambel musik sekolah dapat dibentuk melalui perilaku verbal, perilaku membuat, dan perilaku menampilkan seperti dijelaskan dalam tabel 2 berikut ini.

Tabel 2: Perilaku verbal, membuat, dan menampilkan dalam overt behavior.

VERBAL

PERILAKU MEMBUAT

PENAMPILAN

Menjelaskan unsur-unsur musik.

Membuat komposisi sederhana.

Menampilkan komposisi (menyanyi, memainkan irama/rithm, dan tonal).

Menjelaskan karakteristik aransemen lagu Melayu.

Membuat aransemen lagu-lagu Melayu.

Memainkan aransemen lagu-lagu Melayu.

Menjelaskan pembelajaran tutor sebaya.

Membuat kelompok tutor sebaya.

Berlatih bersama (rekorder, pianika)

dengan tutor sebaya.

Menjelaskan tentang teknik-teknik direksi.

Membuat artikel tentang direksi.

Menjadi conductor ansambel musik.

Menjelaskan karakteristik aransemen ansambel musik sekolah.

Membuat aransemen ansambel musik sekolah

Bermain ansambel musik sekolah (pertunjukan).



C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan pembahasan mengenai perilaku covert dan overt sebagai aspek penilaian dalam bermain ansambel musik sekolah di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Guru sebagai subyek penilaian harus memahami perilaku apa saja yang termasuk covert dan overt behavior dalam konteks bermain ansambel musik sekolah.
- Keterbatasan pemahaman terhadap perilaku covert dan overt akan mengakibatkan proses penilaian menjadi kurang mendalam, karena instrumen penilaiannya tidak mencerminkan kompetensi-kompetensi siswa secara menyeluruh dalam bermain ansambel musik.

Adapun rekomendasi dari makalah ini adalah:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru musik dalam menyusun instrumen penilaian ansambel musik sekolah yang lebih mendalam. Upaya yang dilakukan oleh guru dalam menyusun instrumen penilaian adalah dengan memahami perilaku apa saja yang termasuk covert dan overt behavior dalam konteks bermain ansambel musik sekolah.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengembangan tema-tema penelitian pendidikan:
- Meneliti perilaku covert dan overt dalam pembelajaran kontekstual (contextual learning).
- Meneliti perilaku covert dan overt dalam pembelajaran koperatif (cooperative learning).

DAFTAR PUSTAKA

Prahara. (2009). Resensi Buku "Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan". [Online]. Tersedia: http://praharafk.blogspot.com [5 Nopember 2009]

_______ (2009). Konsep Perilaku [Online]. Tersedia: http://id.answers.yahoo.com [6 Nopember 2009]

JUDUL PENELITIAN : MUSIK MELAYU SEBAGAI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ANSAMBEL MUSIK SEKOLAH UNTUK SISWA SMP.


oleh: Sujoko

A. LATAR BELAKANG

Dalam menghadapi era globalisasi industri dan perdagangan bebas yang akan datang, berbagai negara di dunia termasuk Indonesia berbenah diri mempersiapkan sumber daya manusianya. Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan dan penguasaan sumber daya manusia di masa datang. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara Nasional, serta memberikan keleluasaan kepada daerah-daerah untuk menerapkannya sesuai dengan kondisi daerah setempat, yaitu dengan memanfaatkan kurikulum muatan lokal, guru dan proses belajar mengajar. Keberhasilan sebuah proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh faktor kurikulum, guru, dan pengajaran atau proses belajar mengajar. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan. Sejak tahun 2006 sampai saat ini pembelajaran musik di SMP berpedoman kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Materi kurikulum yang harus disampaikan kepada seluruh siswa menitikberatkan kepada pemberian wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam bidang musik lokal terutama musik Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari substansi kurikulum yang menjelaskan bahwa pada kelas VII harus disampaikan tentang musik daerah setempat, pada kelas VIII harus disampaikan tentang musik nusantara Indonesia, dan pada kelas IX, materi yang harus disampaikan adalah tentang musik nusantara dan mancanegara. Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa perbandingan materi bahan ajar yang harus disampaikan kepada siswa antara musik Indonesia (musik daerah setempat dan nusantara) dengan musik mancanegara adalah 3 : 1, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa materi bahan ajar yang harus disampaikan guru musik di SMP sekitar 75% tentang musik daerah setempat dan nusantara. Dengan demikian, guru dituntut mampu berkreasi dalam upaya mengembangkan bahan ajar musik daerah setempat secara optimal.

Lalu, bagaimana dengan minat belajar musik Melayu dikalangan siswa sekolah menengah? Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar seni musik selama sepuluh tahun di daerah Melayu Kepulauan Riau, pada umumnya minat belajar seni musik Melayu di kalangan siswa SMP masih sangat rendah. Mereka lebih suka belajar musik-musik modern seperti musik pop yang memang sesuai dengan perkembangan psikologis mereka pada saat ini. Menurut pengamatan peneliti, rendahnya minat belajar seni musik Melayu di kalangan siswa SMP karena adanya dua faktor penyebab seperti berikut ini.

Pertama, keterbatasan buku-buku sebagai bahan ajar musik Melayu. Kondisi demikian merupakan kendala yang harus segera diatasi. Hal ini sangat berhubungan dengan program dan kebijaksanaan Pemerintah Daerah setempat terhadap usaha pembinaan dan pengembangan musik Melayu, melalui Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kabupaten. Dengan adanya kurikulum muatan lokal musik Melayu, dan tersedianya buku-buku penunjang diharapkan dapat menumbuhkembangkan minat belajar dan kreativitas siswa terhadap musik Melayu.

Kedua, siswa belum mengenal pola garap atau aransemen musik Melayu. Melalui pembelajaran musik Melayu di sekolah-sekolah, siswa diharapkan dapat lebih mengenal dan dapat memainkan aransemen musik Melayu secara bersama-sama dalam bentuk ansambel musik sekolah. Dengan demikian, siswa dapat berkreasi sendiri membuat aransemen yang sesuai dengan perkembangan psikologis mereka. Namun demikian, kreativitas mereka harus diarahkan sesuai dengan unsur-unsur yang ada pada musik Melayu.

Pada umumnya, materi bahan ajar dalam rangka pengembangan musik Melayu di SMP secara optimal belum sepenuhnya tercapai. Materi bahan ajar musik Melayu yang selama ini dilaksanakan di SMP hanya sebatas beryanyi dan bermain musik sejenis rebana secara berkelompok yang disebut dengan bermain kompang. Kegiatan pembelajaran seperti itu dari tahun ke tahun terkesan sangat monoton, karena hanya sebatas memainkan pola ritmis yang diulang-ulang. Menurut peneliti, kegiatan pembelajaran seperti itu belum sepenuhnya efektif dalam usaha memotivasi siswa untuk berkreasi dan mengembangkan musik Melayu di sekolah. Secara tekstual, musik Melayu tidak hanya merupakan permainan ritmis, tetapi juga terdiri dari unsur melodi diatonis yang harmonis dan sangat enak didengar maupun dimainkan secara bersama-sama dalam bentuk ansambel musik sekolah. Musik Melayu merupakan warisan budaya yang bernilai tinggi, sungguh sangat disayangkan jika ada anggapan dari beberapa pengajar seni musik bahwa untuk mengajarkan musik Melayu cukup hanya dengan bernyanyi dan bermain kompang.

Sementara itu, beberapa SMP di daerah Kepulauan Riau pada saat ini sudah mempunyai alat musik lengkap seperti band (gitar listrik, gitar bas, keyboard, drumset) beserta sound systemnya, sejumlah rekorder, pianika, alat-alat perkusi, dan sarana pendukungnya (studio/ruang musik dan pentas/panggung) tetapi belum dimanfaatkan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran musik Melayu di sekolah. Sangat disayangkan apabila alat-alat musik dan sarana pendukung yang cukup mahal harganya baik berasal dari bantuan pemerintah maupun swadaya sekolah tersebut cenderung kurang disentuh atau dimanfaatkan oleh guru. Kondisi tersebut disebabkan adanya keterbatasan buku-buku sebagai bahan ajar tentang bagaimana mengelola alat-alat musik tersebut sehingga dapat lebih bermanfaat dalam upaya pembelajaran musik Melayu di sekolah.

Ada anggapan dari beberapa pengajar musik bahwa untuk mengajarkan musik Melayu di sekolah harus sesuai dengan materi yang diajarkan oleh seniman di sanggar-sanggar musik Melayu. Kondisi demikian tentunya akan sulit diwujudkan bagi sekolah-sekolah tertentu, karena adanya beberapa hal yang menyangkut keterbatasan minat dan kemampuan musikalitas siswa disamping keterbatasan sarana alat musiknya terhadap kegiatan belajar musik seperti di sanggar-sanggar. Para siswa dengan kondisi demikian, tentunya akan merasa sulit memainkan aransemen musik Melayu yang sesungguhnya, dengan menggunakan alat-alat musik yang masih asing seperti biola, akordeon, dan gitar gambus (orkes Melayu). Untuk itu, tersedianya buku sebagai bahan ajar tentang bagaimana membuat aransemen musik Melayu yang sesuai dengan pengelolaan alat-alat musik dan sarana pendukungnya di sekolah merupakan hal yang harus segera dipenuhi.

Peneliti ingin menekankan bahwa pembelajaran musik Melayu di SMP tidak selamanya harus menggunakan sarana alat-alat musik Melayu yang sesungguhnya (orkes Melayu). Di sinilah dituntut adanya kreativitas guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan bagaimana mengelola alat-alat musik yang tersedia di sekolah sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah. Sebagaimana disampaikan oleh Dewantara (1962: 306) bahwa dalam pembelajaran harus berfokus kepada situasi dan kondisi yang ada (kontekstual). Kita dapat mengembangkan kesenian dengan cara meniru, namun tidak mengambil secara utuh dan sebaiknya dikembangkan berdasarkan konteks kultur yang ada. Kita adalah kita, dan bukan kita sebagai orang lain.

Berdasarkan potensi dan permasalahan-permasalahan di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran musik Melayu perlu adanya suatu pengembangan bahan ajar yakni ansambel musik sekolah berbasis musik Melayu untuk siswa SMP. Untuk lebih memperjelas potensi dan permasalahan di atas, peneliti mencoba memetakannya pada gambar 1 berikut ini.


Terhadap fenomena-fenomena yang seperti peneliti kemukakan di atas, sangat diperlukan adanya pengembangan bahan ajar yang berbasis musik Melayu dalam bentuk buku. Menyikapi potensi dan permasalahan di atas, peneliti sangat tertarik dan memandang perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul “Musik Melayu sebagai Pengembangan Bahan Ajar Ansambel Musik Sekolah untuk Siswa SMP”.